Home / Cerita Skandal / Orgasme seorang sekertaris oleh boss nya

Orgasme seorang sekertaris oleh boss nya

Bagi kepada teman
Cerita panas

Cerita panas – Pagi itu pada waktu jam masuk kantor aku berpapasan dgnnya di pintu masuk, seperti biasa kita saling tersenyum dan mengucapkan selamat pagi. Ah lucu juga kita yg sudah kenal beberapa tahun masih melakukan kebiasaan seperti itu, padahal untuk hitungan waktu selama tiga tahun kita harus lebih akrab dari itu.

Tapi mau bagaimana lagi karena Vivi orangnya memang seperti itu jadi akupun terbawa-bawa, aku sendiri bertanya-tanya apakah sifatnya yg seperti itu hanya untuk menjaga jarak dgn orang-orang di lingkungan kerja atau memang dia punya pembawaan seperti itu sejak lahir.
Mungkin waktu itu aku sedang ketiban mujur, tepat di pintu masuk entah apa penyebabnya tiba-tiba saja Vivi seperti akan terjatuh dan refleks aku meraih badannya dgn maksud untuk menahan supaya dia tak benar-benar terjatuh, tapi tanpa sengaja tanganku menyentuh sesuatu di bagian dadanya.
Setelah dapat berdiri dgn sempurna Vivi memandang ke arahku sambil tersenyum, ya ampun menurutku itu merupakan sesuatu yg istimewa mengingat sifatnya yg kuketahui selama ini.
“Terima kasih Pak Rizki, hampir saja aku terjatuh.”
“Oh, gag apa-apa, maaf barusan tak sengaja.”
“Tak apa-apa.”
Seperti itulah dialog yg terjadi pagi itu. Walaupun gag mau mikirin terus kejadian tersebut tapi aku tetap merasa kurang enak karena telah menyentuh sesuatu pada badannya walaupun gag sengaja, waktu kutengok ke arah meja kerjanya melalui kaca pintu ruanganku dia juga kelihatannya kepikiran dgn kejadian tersebut, untung waktu masuk kerja masih empat puluh lima menit lagi jadi belum ada orang, seandainya pada waktu itu sudah banyak orang mungkin dia selain merasa kaget juga akan merasa malu.
Aku kembali melakukan rutinitas keseharian menggeluti angka-angka yg gag ada ujungnya. Sudah kebiasaanku setiap tiga puluh menit memandang gambar panorama yg kutempel dikaca pintu ruanganku untuk menghindari kelelahan pada mata, tapi ternyata ada sesuatu yg lain di seberang pintu ruanganku pada hari itu, aku melihat Sasa sedang memandang ke arah yg sama sehingga pandangan kami bertemu.
Lagi, dia tersenyum kearahku, aku malah jadi bertanya-tanya ada apa gerangan dgn perempuan itu, aku yg geer atau memang dia jadi lain hari ini, ah mungkin hanya pikiranku saja yg ngelantur.
Jam istirahat makan seperti biasa semua orang ngumpul di EDR untuk makan siang, dan suatu kebetulan lagi waktu nyari tempat duduk ternyata kursi yg kosong ada di sebelah Sasa, akhirnya aku duduk disana dan menyantap makanan yg sudah kuambil.
Setelah selesai makan, kebiasaan kami ngobrol ngalor-ngidul sambil menunggu waktu istirahat habis, karena aku duduk disebelah dia jadi aku ngobrol sama dia, padahal sebelumnya aku males ngobrol sama dia.
“Gimana kabar suaminya Vi?” aku memulai percakapan
“Baik pak.”
“Trus gimana kerjaannya? masih di tempat yg dulu?”
“Sekarang sedang meneruskan studi di amerika, baru berangkat satu bulan yg lalu.”
“Oh begitu, baru tahu aku.”
“Ingin lebih pintar katanya pak.”
“Ya baguslah kalau begitu, kan nantinya juga untuk mesa depan berdua.”
“Iya pak.”
Setelah jam istirahat habis semua kembali ke ruangan masing-masing untuk meneruskan kerjaan yg tadi terhenti. Akupun kembali hanyut dgn kerjaanku.
Pukul setengah tujuh aku bermaksud beres-beres karena penat juga kerja terus, tanpa sengaja aku nengok ke arah pintu ruanganku ternyata Vivi masih ada di mejanya. Setelah semua beres akupun keluar dari ruangan dan bermaksud untuk pulang, aku melewati mejanya dan iseng aku nyapa dia.
“Kok tumben hari gini masih belum pulang?”
“Iya pak, ini baru mau pulang, baru beres, banyak kerjaan hari ini”
Aku merasakan gaya bicaranya lain hari ini, tak seperti hari-hari sebelumnya yg kalau bicara selalu kedengaran resmi, yg menimbulkan rasa tak akrab.
“Ya udah kalo begitu kita bareng aja.” ajakku menawarkan.
“Tak usah pak, biar aku pulang sendiri saja.”
“Gag apa-apa, ayo kita bareng, ini udah terlalu malam.”
“Baik Pak kalau begitu.”
Sambil berjalan menuju tempat parkir kembali kutawarkan jasa yg walaupun sebetulnya niatnya hanya iseng saja.
“Gimana kalo Vivi bareng aku, kita kan searah.”
“Gag usah pak, biar aku pakai angkutan umum atau taksi saja.”
“Lho, jangan gitu, ini udah malem, gag baik perempuan jalan sendiri malem-malem.”
“Baik kalau begitu pak.”
Di sepanjang jalan yg dilalui kami tak banyak bicara sampai akhirnya aku perhatikan dia agak lain, dia kelihatan murung, kenapa ini perempuan.
“Lho kok kelihatannya murung, kenapa?” tanyaku penasaran.
“Gag apa-apa pak.”
“Gag apa-apa kok ngelamun begitu, perlu teman buat ngobrol?” tanyaku memancing.
“Gag ah pak, malu.”
“Kok malu sih, gag apa-apa kok, ngobrol aja aku dengerin, kalo bisa dan perlu mungkin aku akan bantu.”
“Susah mulainya pak, soalnya ini terlalu pribadi.”
“Oh begitu, ya kalo gag mau ya gag usah, aku gag akan maksa.”
“Tapi sebetulnya memang aku perlu seseorang untuk teman ngobrol tentang masalah ini.”
“Ya udah kalo begitu obrolin aja sama aku, rahasia dijamin kok.”
“Ini soal suami aku pak.”
“Ada apa dgn suaminya?”
“Itu yg bikin aku malu untuk meneruskannya.”
“Gag usah malu, kan udah aku bilang dijamin kerahasiaannya kalo Vivi ngobrol ke aku.”
“Anu, aku sering baca buku-buku mengenai hubungan suami istri.”
“Trus kenapa?”
“aku baca, akhir dari hubungan badan antara suami istri yg bagus adalah orgasme yg dialami oleh keduanya.”
“Trus letak permasalahannya dimana?”
“Mengenai orgasme, aku sampai dgn waktu ini aku hanya sempat membacanya tanpa pernah merasakannya.”
Aku sama sekali gag pernah menduga kalo pembicaraannya akan mengarah kesana, dalam hati aku membatin, masa sih kawin satu setengah tahun sama sekali belum pernah mengalami orgasme? timbul niatku untuk beramal:-)
“Masa sih Vi, apa betul kamu belum pernah merasakan orgasme seperti yg barusan kamu bilang?”
“Betul pak, kebetulan aku ngobrolin masalah ini dgn bapak, jadi setidaknya bapak bisa memberi masukan karena mungkin ini adalah masalah laki-laki.”
“Ya, gimana ya, sekarang kan suami Vivi lagi gag ada, seharusnya waktu suami Vivi ada barengan pergi ke ahlinya untuk konsultasi masalah itu”
“Pernah beberapa kali aku ajak suami aku, tapi menolak dan akhirnya kalau aku singgung masalah itu hanya menimbulkan pertengkaran diantara kami.”
Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, dan tanpa terasa pula kami sudah sampai didepan rumah Vivi, Aku bermaksud mengantar dia sampai depan pintu rumahnya.
“Tak usah pak, biar sampai sini saja.”
“Gag apa-apa, takut ada apa-apa biar aku antar sampai depan pintu.”
Dasar, kakiku menginjak sesuatu yg lembek ditanah dan hampir saja terpeleset karena penerangan di depan rumahnya agak kurang. Setelah sampai di teras rumahnya kulihat kakiku, ternya yg kunjak tadi adalah sesuatu yg kurang enak untuk disebutkan, sampai-sampai sepatuku sebelah kiri hampir setengahnya kena.
“Aduh Pak Rizki, gimana dong itu kakinya.”
“Gag apa-apa, nanti aku cuci kalo udah nyampe rumah.”
“Dicuci disini aja pak, nanti gag enak sepanjang jalan kecium baunya.”
“Ya udah, kalo begitu aku ikut ke toilet.”
Setelah membersihkan kaki aku dipersilahkan duduk di ruang tamunya, dan ternyata disana sudah menunggu segelas kopi hangat. Sambil menunggu kakiku kering kami berbincang lagi.
“Oh ya Vi, mengenai yg kamu ceritakan tadi di jalan, gimana cara kamu mengatasinya?”
“aku sendiri bingung Pak harus bagaimana.”
Mendengar jawaban seperti itu dalam otakku timbul pikiran kotor lelaki.
“Gimana kalau besok-besok aku kasih apa yg kamu pengen?”
“Yg aku mau yg mana pak.”
“Lho, itu yg sepanjang jalan kamu bilang belum pernah ngalamin.”
“Ah bapak bisa aja.”
“Bener kok, aku bersedia ngasih itu ke kamu.”
Termenung dia mendengar perkataanku tadi, melihat dia yg sedang menerawang aku berpikir kenapa juga harus besok-besok, kenapa gag sekarang aja selagi ada kesempatan.
Kudekati dia dan kupegang tangannya, tersentak juga dia dari lamunannya sambil menatap kearahku dgn penuh tanda tanya. Kudekatkan wajahku ke wajahnya dan kukecup pipi sebelah kanannya, dia diam tak bereaksi.
Ku kecup bibirnya, dia menarik napas dalam entah apa yg ada dipikirannya dan tetap diam, kulanjutkan mencium hidungnya dan dia memejamkan mata.
Ternyata napsu sudah menggerogoti kepalaku, kulumat bibirnya yg tipis dan ternyata dia membalas lumatanku, bibir kami saling berpagut dan kulihat dia begitu meresapi dan menikmati adegan itu.
Kitarik tangannya untuk duduk disebelahku di sofa yg lebih panjang, dia hanya mengikuti sambil menatapku. Kembali kulumat bibirnya, lagi, dia membalasnya dgn penuh semangat.
Dgn posisi duduk seperti itu tanganku bisa mulai bekerja dan bergerilya. Kuraba bagian dadanya, dia malah bergerak seolah-olah menyodorkan dadanya untuk kukerjain.
Kuremas dadanya dari luar bajunya, tangan kirinya membuka kancing baju bagian atasnya kemudian membimbing tangan kananku untuk masuk kedalam BHnya. Ya ampun bener-bener udah gag tahan dia rupanya.
Kulepas tangan dan bibirku dari badannya, aku berpindah posisi bersandar pada pegangan sofa tempatku duduk dan membuka kalkiku lebar-lebar.
Kutarik dia untuk duduk membelakangiku, dari belakang kubuka baju dan BHnya yg waktu itu sudah nempel gag karuan, kuciumi leher bagian belakang Vivi dan tangan kiri kananku memegang gunung di dadanya masing-masing satu, dia bersandar kebadanku seperti lemas tak memiliki tenaga untuk menopang badannya sendiri dan mulai kuremas payudaranya sambil terus kuciumi tengkuknya.
Setelah cukup lama meremas buah dadanya tangan kiriku mulai berpindah kebawah menyusuri bagian perutnya dan berhenti di tengah selangkangannya, dia melenguh waktu kuraba bagian itu.
Kusingkap roknya dan tanganku langsung masuk ke celana dalamnya, kutemukan sesuatu yg hangat-hangat lembab disana, sudah basah rupanya. Kutekan klitorisnya dgn jari tengah tangan kiriku.
“Ohh .. ehh ..”
Aku semakin bernapsu mendgn rintihannya dan kumasukkan jariku ke kemaluannya, suaranya semakin menjadi. Kukeluar masukkan jariku disana, badannya semakin melenting seperti batang plastik kepanasan, terus kukucek-kucek semakin cepat badannya bergetar menerima perlakuanku. Dua puluh menit lamanya kulakukan itu dan akhirnya keluar suara dari mulutnya.
“Udah dulu pak, aku gag tahan pengen pipis.”
“Jangan ditahan, biarkan aja lepas.”
“Aduh pak, gag tahan, Vivi mau pipis .. ohh .. ahh.”
Badanya semakin bergetar, dan akhirnya.
“Ahh .. uhh.”
Badanya mengejang beberapa waktu sebelum akhirnya dia lunglai bersender kedadaku.
“Gimana Vi, rasanya?”
“Enak pak.”
Kulihat air matanya berlinang.
“Kenapa kamu menangis Vi.”
Dia diam tak menyahut.
“Kamu nyesel udah melakukan ini?” tanyaku.
“Bukan pak.”
“Lantas?”
“aku bahagia, akhirnya aku mendapatkan apa yg aku idam-idamkan selama ini yg seharusnya datang dari suami aku.”
“Oh begitu.”
Kami saling terdiam beberapa waktu sampai aku lupa bahwa jari tengah tangan kiriku masih bersarang didalam kemaluannya dan aku cabut perlahan, dia menggeliat waktu kutarik jari tanganku, dan aku masih tercenung dgn kata-kata terakhir yg terlontar dari mulutnya, benar rupanya .. dia belum pernah merasakan orgasme.
“Mau ke kamar mandi pak?”
Tiba-tiba suara itu menyadarkanku dari lamunan ..
“Oh ya, sebelah mana kamar mandinya?”
“Sebelah sini pak”, sahutnya sambil menunjukkan jalan menuju kamar mandi.
Dia kembali ke ruang tamu sementara aku mencuci bagian tangan yg tadi sudah melaksanakan tugas sebagai seorang laki-laki terhadap seorang perempuan. Tak habisnya aku berpikir, kenapa orang berumah tangga sudah sekian lama tapi si perempuan baru mengalami orgasme satu kali saja dan itupun bukan oleh suaminya.
Selesai dari kamar mandi aku kembali ke ruang tamu dan kutemukan dia sedang melihat acara di televisi, tapi kulihat dari wajahnya seakan pikirannya sedang menerawang, entah apa yg ada dalam pikirannya waktu itu.
“ Vi, udah malam nih, saya pulang dulu ya ..”
Terhenyak dia dan menatapku ..
“Emm, pak, mau gag malam ini nemanin Vivi?”
Kaget juga aku menerima pertanyaan seperti itu karena memang tak pikiran untuk menginap dirumahnya malam ini, tapi aku tak mau mengecewakan dia yg meminta dgn wajah mengharap.
“Waktu kan masih banyak, besok kita ketemu lagi di kantor, dan kapan-kapan kita masih bisa ketemu diluar kantor.”
Dia berdiri dan menghampiriku ..
“Terima kasih ya pak, Vivi sangat bahagia malam ini, saya harap bapak tak bosan menemani saya.”
“Kita kan kenal sudah lama, saya selalu bersedia untuk membantu kamu dalam hal apapun.”
“Sekali lagi terima kasih, boleh kalau mau pulang sekarang dan tolong sampaikan salam saya buat ibu.”
Akhirnya aku pulang dgn terus dihinggapi pertanyaan didalam pikiranku, kenapa dia bisa begitu, kasihan sekali dia.
Seperti biasa esoknya aku masuk kantor pagi-pagi sekali karena memang selalu banyak pekerjaan yg harus diselesaikan, kupikir belum ada siapa-siapa karena biasanya yg sudah ada waktu aku datang adalah office boy, tapi ternyata pagi itu aku disambut dgn senyuman Sasa yg sudah duduk di meja kerjanya.
Tak seperti biasa, pada hari-hari sebelumnya aku selalu melihat Sasa dalam penampilan yg lain dari pagi ini, sekarang dia terlihat berseri dan terkesan ramah dan akrab.
“Pagi Vi.”
“Pagi pak.”
“Gimana, bisa tidur nyenyak tadi malam?”
“Ah bapak, bisa aja, tadi malam saya tidur pulas sekali.”
“Ya sudah, saya tinggal dulu ya, selamat bekerja.”
“Iya pak.”
Aku meneruskan langkahku menuju ruang kerjaku yg memang tak jauh dari meja kerjanya, dari dalam ruangan kembali aku menengokkan wajah ke arahnya, ternyata dia masih menatapku sambil tersenyum.
Tak seperti biasanya, aku merasakan hari ini bekerja merupakan sesuatu yg membosankan, suntuk rasanya menghadapi pekerjaan yg memang dari hari ke hari selalu saja ada sesuatu yg harus diulang, akhirnya aku menulis cerita ini.
HP didalam saku celanaku berbunyi, ada SMS yg masuk, kubuka SMS tersebut yg rupanya datang dari perempuan diseberang ruanganku yg tadi pagi menatapku sampai aku masuk ke ruangan ini .. ya dia, Sasa.
“Pak, nanti mlm ada acara gak? kalo tak bisa gak bapak menuhin janji bapak tadi malam.”
Begitulah isi SMS yg kuterima, aku berpikir agresif juga nih perempuan pada akhirnya. Kuangkat telepon yg ada diatas meja kerjaku dan kutekan nomor extensin dia.
“Kenapa gitu Vi, mau ngajak kemana?”
“Eh bapak, kirain siapa, enggag, Sasa udah nyediain makan malam di rumah, bapak bisa kan makan malam sama Sasa nanti malam?”
“Boleh, kalau gitu nanti pulang saya tunggu di ruang parkir ya.”
“Iya pak, ma kasih.”
Sore hari aku terkejut karena waktu pulang sudah terlewat sepuluh menit, bergegas kubereskan ruanganku dan berlari menuju ruang parkir. Disana Vivi sudah menungguku, tapi dia tersenyum waktu melihatku datang, tadinya kupikir dia akan kecewa, tapi syukurlah kelihatanyya dia tak kecewa.
“Maaf jadi nunggu ya Vi, harus beres-beres sesuatu dulu.”
“Gag apa-apa pak, Vivi juga barusan ada yg harus diselesaikan dulu dgn Citra.”
“Yo.” kataku sambil membukkan pintu untuk dia, dan dia masuk kedalam mobil kemudian duduk disebelahku.
Diperjalanan kami ngobrol kesana kemari, dan tanpa terasa akhirnya kami masuk ke komplek perumahan dimana Vivi tinggal lalu kami turun menuju ke rumahnya. Dia membuka pintu depan rumahnya dgn susah, rupanya ada masalah dgn kunci pintu tersebut.
Aku tak berusaha membantunya, karena dari belakang baru kuperhatikan kali ini kalau bagian tengah belakang milik Sasa menarik sekali, lingkarannya tak terlalu besar, tapi aku yakin laki-laki akan suka bila melihatnya dalam keadaan setengah berjongkok seperti itu.
Akhirnya pintu terbuka juga dan dia mempersilakan aku masuk, dan kamipun masuk. Setelah mempersilahkan aku untuk duduk, dia pergi ke kamarnya, setelah itu dia kembali lagi dgn pakaian yg sudah digantinya, dia tak langsung menghampiriku tapi terus melangkah ke arah dapur dan kembali dgn segelas air putih dan segelas kopi, lalu dia menyodorkan kopi tersebut kepadaku.
“Wah enak sekali nih hari gini minum kopi, kamu kok gag minum kopi juga Vi?”
“Saya gag pernah minum kopi pak, gag boleh sama si mas.”
“Oh gitu.”
“Pak mobilnya dimasukin garasi aja ya, biar Vivi yg mindahin.”
“Boleh, sekalian saya mau ikut ke kamar mandi dulu, badan rasanya gag enak kalau masih ada keringatnya.”
“Handuknya ada di kamar mandi pak.”
Dia berdiri sambil menerima kunci mobil yg kuserahkan sedangkan aku ngeloyor ke kamar mandi untuk terus membersihkan badan yg memang rasanya agak gag enak setelah barusan diperjalanan dihadapkan ke kondisi jalan yg cukup macet tak seperti biasa.
Keluar dari kamar mandi kudapati Vivi kelihatan sedikit bingung, kutanya dia,
“Kenapa Vi, kok seperti yg bingung begitu ..”
“Anu pak, barusan ada telepon dari restoran yg saya pesani untuk makan malam, katanya gag bisa nganter makanan yg dipesan karena kendaraannya gag ada.”
“Ya sudah gag apa-apa, kita kan bisa bikin makanan sendiri, punya apa yg bisa dimasak?”
“Adu pak, Vivi jadi malu.”
“Udah gag apa-apa kok, malah jadi bagus kita bisa masak barengan.”
Kataku sambil tersenyum, Vivi melangkahkan kakinya menuju dapur dan kuikuti, sampai didapur dia membuka lemari es yg ternyata hanya ada sedikit makanan yg siap masak disana. Akhirnya kami masak masakan seadanya sambil berbincang kesana kemari.
Tanpa sengaja aku perhatikan postur badan Vivi yg terlihat lain dgn pakaian yg dikenakan sekarang, pakaian yg sedikit agak ketat menyebabkan lekuk-lekuk badannya terlihat jelas, sungguh bentuk badan yg sempurna untuk wanita seusia dia
Tanpa sadar kuhampiri dia dan dari belakang kupeluk dia yg sedang melakukan tugasnya sebagai ibu rumah tangga, dia menoleh kearahku dan tersenyum, kudekatkan bibirku ke bibirnya dan dia menyambutnya, awalnya hanya ciuman biasa sampai akhirnya kami saling berpagutan disini, ya di dapur miliknya.
Berlanjut terus pergulatan bibir tersebut, kuraba buah dadanya dan kuremas dari luar bajunya. Tangan Vivi bergerak membuka kancing baju bagian depan dilanjutkan dgn menyingkapkan BH yg dia pakai, dgn demikian tanganku kiri kanan lebih leluasa meremasnya.
Beberapa waktu kemudian kulepaskan bibirku dari bibirnya dan kuarahkan ke buah dadanya yg terlihat sungguh indah dgn warna puting yg kemerahan, kujilat puting yg sebelah kanan dan dia menarik nafas dalam menerima perlakuan itu, akhirnya kukulum puting itu dan kuhisap dalam-dalam sambil tangan kananku tetap meremas dadanya yg sebelah kiri.
Tangan kiriku kugerakkan ke arah pantatnya, dan kuremas pantat yg kenyal itu. Kumasukkan tangan itu ke dalam rok yg dia pakai dan disana kuraba ada sesuatu yg hangat dan sedikit basah dan kuraba-raba bagian itu terus menerus.
Rupanya dia tak tahan menerima sikapku itu, tangannya bergerak membuka resleting roknya dan melorotkannya kebawah. Aku hentikan kegiatan bibirku di buah dadanya lalu bubuka celana dalamnya dan kutemukan bulu indah yg tak terlalu banyak disana kusingkapkan sedikit dan kuarahkan bibirku kesana dan kujilat bagian kecil yg menonjol disana.
Suara lenguhan dari bibirnya sudah tak terbaygkan lagi, akan memperpanjang cerita kalau saya tuliskan disini.
“Oh, pak, saya belum pernah merasakan ini, oh ..”
Aku terus melanjutkan kegiatan lidahku diselangkangannya sambil terus memasukkan lidah ini kedalam gua lembab yg berbau khas milik wanita.
Lenguhan demi lenguhan terus keluar dari mulutnya sampai akhirnya kurasakan badannya mengejang dan bergetar dgn mengeluarkan teriakan yg tak bisa ditahan dari mulutnya, dia sudah sampai ke puncak kenikmatan sentuhan seorang lelaku seperti aku ini, dan akhirnya kuhentikan kegiatanku itu lalu berdiri menghadap dia, danpa kuduga dia mencium bibirku.
“Pak kita ke kamar ya.”
Dia menuntunku masuk ke kamar tidurnya, kamar itu terlihat rapi, lalu kami duduk dipinggir tempat tidur dan kembali saling berpagutan disana. Dia bangkit berdiri dihadapanku seraya bertanya.
“Boleh saya buka pakaian bapak?”
Aku hanya tersenyum menanggapi pertanyaan tersebut, lalu dia membuka seluruh pakaian yg kukenakan sampai ke celana dalamku. Dia memegang senjataku yg dia dapati dibalik celana dalam yg baru saja terbuka, lalu dia menciumnya dan menjilatinya, nikmat sekali rasanya.
“Dari dulu saya ingin melakukan ini, tapi suami saya gag pernah mau diperlakukan begini.”
Dia berkata begitu sambil kembali meneruskan kegiatannya menjilati senjata milikku, tanpa kuduga dia lanjutkan kegiatannya tadi dgn mengulum dan menyedot batang kemaluanku, dan rasanya lebih nikmat dari yg tadi kurasakan. Akhirnya dia berhenti berlaku seperti itu dan berkata.
“Pak, tidurin Vivi ya.”
Tanpa menunggu permintaan itu terulang aku baringkan badannya diatas tempat tidur, aku ciumi sekujur badannya yg dibalas dgn gelinjangan badan mulus itu, akhirnya setelah sekian lama kucoba masukkan kemaluanku kedalam lubang senggama yg memang sudah basah dari sejak tadi, dan
“Ahh ..” itulah yg keluar dari mulut Vivi, sungguh nikmat sekali rasanya memasuki badan yg telanjang ini, dan satu lagi, lubang kemaluannya masih terasa cukup sempit dan menggigit, terbersit lam pikiranku sebuah pertanyaan, sebesar apa milik suaminya sampai lubang ini masih terasa sempit seperti ini.
Kuperhatikan jam yg ada di dinding kamarnya menunjukkan bahwa aku sudah mengeluar masukkan kemaluanku kedalam badannya selama dua puluh menit dan akhirnya kembali kurasakan badannya mengejang sambil mengeluarkan suara-suara aneh dari mulutnya, akhirnya dia menggelepar sambil memeluk badanku erat-erat seolah tak ingin lepas dari badannya, karena pelukannya itu aku jadi terhenti dari kegiatanku.
Beberapa waktu kemudian Vivi melepaskan pelukannya dan terkulai lemas, tapi aku melihat sebuah senyuman puas diwajahnya dan itu membuat aku merasa puas karena malam ini dia sudah dua kali mendapatkan apa yg selama ini belum pernah dia dapatkan dari suaminya.
“Gimana Vi?”
“Aduh, Vivi lemas tapi tadi itu nikmat sekali ..”
“Vivi mau coba gaya yg lain?”
“Emm ..”
Kubangunkan badannya dan kugerakkan untuk membelakanginya, kudorong pundaknya dgn pelan sampai dia menungging dihadapanku, kumasukkan kejantananku kedalam lubang senggamanya dan dia mengeluarkan teriakan kecil.
“Aduh .. Pak enak sekali, dorong terus pak, Vivi belum pernah merasakan kenikmatan seperti ini ..”
Aku keluar masukkan kemaluanku ini kedalam badannya dgn irama yg semakin lama semakin kupercepat, lama juga aku melakukan itu sampai akhirnya dia berkata
“Pak Vivi mau pipis lagi ..”, semakin kupercepat gerakanku karena kurasakan ada sesuatu yg mendorong ingin keluar dari dalam badanku.
Dalam kondisi lemas dan masih menungging Vivi menerima gerakan maju mundur dariku, mungkin dia tahu kalau aku sebentar lagi mencapai klimaks, dan akhirnya menyemburlah cairan dari kemaluanku masuk semua kedalam badannya.
Beberapa waktu kemudian aku merasakan badanku lemas bagai tak bertulang dan kucabut senjataku dari lubang milik Vivi.
Aku terbaring disampingnya setelah melepaskan nikmat yg diada tara, dia tersenyum puas sambil menatapku dan memelukku, lalu kami tertidur dgn perasaan masing-masing.
Dalam tidur aku memimpikan kegiatan yg barusan kami lakukan dan waktu hampir pagi aku terbangun kudapati Vivi masih terpejam dgn wajah yg damai sambil masih memelukku, kulepaskan pelukkannya dan dia terbangun,
lalu kami meneruskan kegiatan yg tadi malam terpotong oleh tidur sampai akhirnya kami berdua bangun dan menuju kamar mandi dalam keadaan masing-masing telanjang bulat tanpa sehelai benangpun menutupi badan kami.
Dikamar mandi kami melakukannya lagi, dan kembali dia mengucapkan kata-kata yg tak habis aku bisa mengerti
“Vivi belum pernah melakukan seperti ini sebelumnya ..”.
Akhirnya kami berangkat kerja dari rumah Vivi, sengaja masih pagi agar tak ada orang di kantor yg melihat kedatangan kami berdua untuk menghindari sesuatu yg kami berdua tak inginkan.
Sampai saya menulis cerita ini, masih tetap terngiang kata-katanya yg sering mengucapkan kata-kata
“Vivi belum pernah melakukan seperti ini sebelumnya ..” setiap saya berhubungan dgn dia dgn gaya yg lain.
Berawal dari situlah kami sering melakukan hubungan suami istri, dan itu selalu kami lakukan atas permintaan dari dia, aku sendiri tak pernah memintanya karena aku tak mau dia punya pikiran seolah-olah aku mengeksploitir dia.
Dan sekarang Vivi yg kukenal jauh berbeda dari Vivi yg dulu, dia menjadi orang yg ramah dan selalu tersenyum kepada semua orang dilingkungannya.

About admin

Check Also

ABG SMU Pesta Seks

Bagi kepada teman in Kisah seru abg smu pesta seks. Sekarang aku akan menceritakan pengalaman …

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *