Home / Cerita Semprot / Enaknya Bercinta Dengan Amoy Medan

Enaknya Bercinta Dengan Amoy Medan

Bagi kepada teman
Cerita Panas

Pengalaman pertama yang aku alami dengan cewek terlebih dahulu perkenalkan namaku Ari umurku 24 tahun dan aku baru habis di wisuda, dan kejadian ini terjadi beberapa minggu yang lalu, aku pun masih ingat betul setiap per adegannya mungkin agak panjang ceritaku ini tapi semoga pembaca setia bisa menyelesaikan sampai tamat.

Waktu itu memang kebetulan orangtua dan kakak saya ada resepsi keluarga di Jakarta yang cukup lama, sehingga saya kebagian tugas untuk menjaga rumah kakak saya yang kosong. Saya sudah lupa hari apa waktu mengenal gadis itu tapi yang jelas sehari setelah mereka semua berangkat ke Jakarta.

Hari sudah menjelang siang waktu saya baru saja bangun tidur, setelah mandi saya bergegas berangkat pulang ke rumah (rumah orangtua) untuk makan pagi, karena saya malas untuk masak sendiri di sini (tempat kakak), sedangkan di rumah orangtua kini hanya tinggal pembantu saja yang menyiapkan semua sarapanku.

Selesai sarapan, seperti biasa saya duduk santai di teras depan rumah sambil membaca koran Jawa Pos, memang semenjak lulus kuliah keseharian saya cuman santai saja sambil cari peluang kerja, maklumlah lagi Krismon. Paling-paling tiap hari rutinitas saya cuma surfing Internet di rumah, atau main game, atau juga nonton film VCD kalau kebetulan sohib saya pinjam dari rental.

Terus terang mungkin saya ini tergolong maniak seks, soalnya nggak bosen-bosennya rasanya surfing masalah seks di Internet (Bubblegumtv, babylon-x, dll). Saya selalu terangsang dengan segala liputan seks, saya selalu membayangkan kepingin senggama dengan bintang-bintang wanita cantik seperti yang ada di VCD atau perempuan cantik yang kebetulan saya temui di mal atau plaza

Padahal selama saya pacaran atau bergaul dengan wanita nggak pernah namanya cium bibir, pegang paha atau buah dada apalagi sampai petting atau senggama. Yaah, paling-paling cuma pegang tangan, saling peluk, nggak lebih, swear!

Nggak tahu yaah, tapi rasanya waktu bersama mereka, saya justru malah kasihan sekali dan sayang, nggak kepingin melukai perasaan mereka, soalnya kalau sudah nafsu saya ngeri kalau lupa diri. Ngeri kalau dituntut nikah nantinya. Nah, sampai akhirnya saya putus dengan pacar saya dan lulus kuliah, saya belum dapat gantinya juga sampai sekarang.Cerita Seks Terbaru

Saking asyiknya baca koran nggak terasa hari sudah semakin siang dan saya tak menyadari itu sampai akhirnya ada suara cekikikan menggodaku, “Cowoook..”, saya agak kaget dan melihat siapa yang ngomong tadi, eeh ternyata ada serombongan 3 orang perempuan anak sekolah yang lewat depan rumahku.

Mungkin lagi pulang sekolah pikirku, aahh sialan ternyata yang menggodaku masih anak SMP, kelihatan dari rok seragamnya yang berwarna biru tua. Tapi iseng kuperhatikan wajah mereka satu persatu, cewek yang pertama biasa saja, yang kedua nggak cakep juga, tapi cewek yang ketiga eiits mukanya manis juga, mirip salah satu vokalis bening, entah siapa namanya.

Alamak kupikir, ia tersenyum manis kepadaku dan kubalas senyumannya. mm manis sekali dia walau masih SMP tapi tubuhnya cukup besar dan bongsor dibanding kedua temannya yang agak kurus. Ia berjalan bersama kedua temannya sambil cekikikan dan saling berbisik.

Wah, laku juga aku sama anak SMP pikirku, mungkin tampangku masih imut-imut. Sepeninggal mereka saya jadi nggak bisa tenang, teringat terus sama cewek SMP yang paling manis tadi. Anehnya, hanya memikirkannya saja tanpa terasa batang penisku mulai cenut-cenut persis kalau aku sedang nonton BF, tegang. Ampuun pikirku, aku kok terangsang sama anak SMP kenal saja nggak.

Tiba-tiba saja timbul pikiranku untuk bercinta dengannya, gila pikirku. Saya berusaha untuk menghilangkan pikiran kotor tersebut tapi toh tetap saja nggak bisa melupakan bayangan wajahnya. Baiklah, dalam hati akhirnya aku berniatan untuk berkenalanan dengan cewek SMP tadi besok siang, mudah-mudahan saja dia lewat sini lagi pikirku.

Keesokan harinya, sejak pagi aku sudah nongkrong di teras depan rumah nungguin dia, sambil baca koran sesekali aku melihat keluar pagar jangan-jangan dia sudah lewat. Lama sekali aku menunggu dia, khawatir kalau-kalau dia nggak lewat sini lagi. Tapi akhirnya kurang lebih jam setengah satu siang (hampir putus asa), kulihat ada seorang cewek anak SMP tentunya mulai melewati jalan depan rumah.

Segera aku meloncat dari kursi dan melongok keluar pagar, sambil pura-pura membuang bekas sobekan koran ke tempat sampah dan aku melirik ke samping, apa memang benar dia yang lewat. Eiits, ternyata benar, mana pulang sendirian lagi, sungguh kebetulan sekali pikirku.

Alamak manis sekali dia, kulitnya putih mulus lagi, wajahnya imut-imut sekali karena memang masih ABG, hidungnya kecil bangir lucu sekali, sedang rambutnya lurus panjang sebahu. Tubuhnya walaupun agak kecil tapi tidak kurus dan kelihatan seksi sekali, dan yang gemesi gundukan bulat di dadanya itu yang kelihatan agak besar dibanding tubuhnya yang kecil sehingga kelihatan sekali seragam sekolahnya itu agak mendesak ke depan di bagian dadanya. “Waah… nih cewek nyahoo juga buat ngesex”, pikirku ngeres.

Dia agak kaget waktu melihatku tiba-tiba nongol keluar pagar, dan dia sedikit salah tingkah sewaktu merasa dirinya kuperhatikan. Untung saja dia nggak tahu pikiranku yang ngeres, kalau tahu bisa-bisa dia lari ngibrit barangkali. Sambil tersenyum manis kusapa dia.

“Hai… dik, pulang sekolah yaach.., sapaku seramah mungkin sambil tersenyum. Ia mendelik kaget mungkin tak menyangka aku akan menyapanya.”

“Ehi, iya Mas ..” katanya. Kelihatan sekali dia gugup waktu menjawab pertanyaanku. Mungkin saja dia malu soalnya kemarin ia sempat menggodaku, rasain!

“Kok pulangnya sendirian sih dik, temennya mana yang kemaren?” aku pura-pura polos.

“Eeh i..itu a..anu Mas.. saya pulang dulu Mas…” jawabnya makin gugup. Langkahnya jadi ragu untuk terus. Aku pun segera beranjak berdiri di depannya. Kesempatan pikirku.

“oooh… jadi sendirian nih.. sekolahnya dimana sih dik..?” pura-puraku terus.

“Itu di situ Mas… SMP Setia Budi.” Dia semakin salah tingkah melihatku berdiri di hadapannya, sekaligus menghadang langkahnya.

“Ooo… SMP Setia Budi yang di depan situ yaach…. memangnya kelas berapa sih dik..” tanyaku terus memanfaatkan kesempatan.

“Mmph a..anu anu kelas dua Mmas..”, jawabnya sedikit malu. Wajahnya sedikit memerah, namun jadi semakin manis saja kelihatannya. Bibirnya yang merah dan mungil tersenyum malu sambil memperlihatkan giginya yang putih.

“Iiih.. adik ini kok kelihatannya malu-malu sih, memangnya adik nggak suka bicara sama saya yaach”, pancingku.

“Ooh… nnngg.. nggaak kok Mas…” jawabnya sambil tersenyum manis. Makin berani nih anak, bagus pikirku.

“Mmh… Mas boleh kenal nggak sama adik”, pancingku kemudian.

“mm…” Ia nggak menjawab, tapi senyumnya semakin manis dan kedua tangannya saling meremas sambil diluruskan ke bawah tersipu malu.

“mm.. mm.. mm..”

“Kok cuman mm.. saja sih he.. he.. ya sudah deh kalau nggak boleh, Mas khan cuman nanya kalau…”

“mm… Aufa Mas”, tiba-tiba ia memotong ucapanku sambil tersenyum manis tentunya.

“Ooo… Aufa toh, namanya bagus banget yaa…, oya kenalin deh namaku Ari”, sahutku sembari kuulurkan tanganku kepadanya. Semula ia agak ragu, namun akhirnya ia meraih tangan kananku. Kujabat erat tangannya yang agak mungil, halus sekali cing, kaya tangan cewekku dulu.

“Mas Ari rumahnya di sini yaach…” tanyanya makin berani.

“Iyaa… memangnya kenapa?”

“Nggak kok, nggak pernah kelihatan sih Mas?”

“Kamu juga nggak pernah kelihatan, kok nanya?” candaku. Ia tertawa kecil, aku pun ikut tertawa.

Begitulah, tidak usah banyak cerita pembaca sekalian, semenjak itu aku dan dia semakin akrab dan setiap hari selalu janji ketemu di depan rumahku. Biasanya selepas pulang sekolah, aku pasti mengajaknya mampir dulu ngobrol di rumahku dulu, yang ternyata memang ia masih tetanggaku sendiri yang hanya berjarak sekitar 500 meter dari rumahku.

Karena kebetulan rumahku sedang kosong hanya pembantuku saja yang tinggal sementara orangtuaku sendiri belum pulang, hal ini seakan menjadikan momen bagiku untuk lebih mengakrabinya. Walaupun usiaku dan dia berbeda sangat jauh, karena dia masih 14 tahun namun itu bukan menjadi masalah bagi kami untuk saling bertukar pikiran

Ternyata dia malah kupikir terlalu dewasa untuk seusia dia, hal itu terbukti waktu pada hari kelima semenjak aku mengenalnya, hari itu Sabtu sepulang sekolah sengaja aku menjemputnya pulang dari sekolahnya.

Aufa tampak kaget melihatku berada di depan sekolah, namun kemudian ia jadi gembira sekali sewaktu kubilang aku ingin menjemputnya dan mengajaknya jalan-jalan. Ia mengenalkanku pada teman-teman ceweknya yang lain, tapi mana aku peduli wong temannya masih kelihatan bau kencur semua he.. he… Akhirnya setelah aku mengantarnya pulang berganti baju, dan sekedar berbasa-basi bersilat lidah dengan mamanya

Aku segera cabut membawanya ngeloyor keliling kotanaik motorku. Namun itu cuma basa-basiku saja, karena nggak sampai setengah jam, lalu ia kuajak pulang ke tempat kakakku yang memang juga kosong. Rencanaku memang sebelum orangtuaku pulang bersama saudara laki-lakiku, aku ingin lebih bebas berkencan ria dengan Aufa.

Itulah yang salah satu aku khawatirkan saat ngeluyur ke plaza tadi. Banyak sekali orang-orang laki-laki tentunya menatap gemas ke tubuh Aufa, karena selain ia putih dan manis sekali, postur tubuhnya yang mulai berkembang mekar dengan pakaian seperti itu pasti bikin jakun laki-laki naik turun.

Malahan aku tadi sempat sewot karena ada seorang bapak setengah umur yang kebetulan lewat di samping kami di plaza sempat memelototi tubuh Aufa dari atas sampai ke bawah. Memang saat itu Aufa benar-benar pamer body, nyahoo deh pokoknya.

Aku saja sempat tegang di plaza tadi gara-gara cewekku itu apalagi orang lain. Aufa menghempaskan pantatnya di sofa, aku menyusulnya segera dan duduk rapat di sampingnya, kupandangi wajahnya dari samping seolah-olah masih marah, bibirnya yang mungil kelihatan basah dan ranum berwarna kemerahan tanpa lipstik. mm…. ingin rasanya aku mengecup dan mengulum bibirnya yang menawan itu.

“Aufa sayang…” rayuku semakin nekat.

“Mas Ari boleh khan cium bibir kamu, say…”

“iiih… Mas Ari ahh…” Aufa semakin merajuk, tapi aku tahu pasti itu hanya sekedar pura-pura. Aku jadi semakin berani dan bernafsu.

“Aufa sayang, terus terang… mm… hari ini Mas Ari kepingin bersama Dik Aufa, Mas Ari ingin memberikan rasa kasih sayang Mas sama Dik Aufa, asal Dik Aufa mau memberikan apa yang Mas inginkan, maukan sayang?”

Tanpa aku sadari kata-kata itu meluncur begitu saja, antara kaget dan heran dengan ucapanku sendiri seolah-olah ada setan lewat yang memaksaku untuk mengatakan itu.

Sementara itu mata Aufa membelalak kaget ke arahku, mukanya yang manis malah jadi kelihatan lucu. Bibirnya yang mungil merah merekah dan tampak basah.

“Maasss…” Hanya kata itu yang diucapkannya, selanjutnya ia hanya memandangku lama tanpa sepatah katapun. Aku mengambil inisiatif dengan menggenggam erat dan mesra kedua belah tangan mungilnya yang halus mulus.

“Dik Aufa sayang… percayalah apapun yang Mas katakan, itu bentuk rasa cinta dan kasih sayang Mas sama kamu say, percayalah… Mas menginginkan bukti cintamu sekarang”, Selesai berkata begitu nekat kudekatkan mukaku ke wajahnya yang amat manis itu, dengan cepat aku mengecup bibirnya dengan lembut.

Ah, bibirnya begitu hangat dan lembut, terasa nikmat dan maniss, mm… hidung kami bersentuhan lembut sehingga nafasnya kudengar sedikit kaget, namun Aufa sama sekali tak memberontak, kukulum bibir bawahnya yang hangat dan lembut, kusedot sedikit, mm nikmat, baru pertama kali ini aku mengecup bibir perempuan, enaakk ternyata.

Limadetik kemudian, kulepaskan kecupan bibirku dari bibir Aufa. Aku ingin melihat reaksinya, ternyata saat kukecup tadi ia memejamkan kedua belah matanya, dengan mata redup ia memandangku sedikit aneh namun wajah manisnya begitu mempesonaku, bibir mungilnya yang kukecup tadi masih setengah terbuka dan basah merekah.

“Bagaimana sayang… kau bersediakah? demi aku cintamu”, rayuku sambil menahan nafsu birahi yang menggelora.

Tanpa Aufa sadari batang penisku sudah tegang tak terkira, sakitnya terpaksa kutahan sekuatnya, karena posisi batang penisku sebelum ereksi ke arah bawah dan aku tak sempat membetulkannya lagi tadi saat kukecup bibir Aufa, sehingga begitu yang seharusnya dalam keadaan bebas mengacung ke atas kini hanya bisa mendesak-desak ke bawah tanpa bisa bergerak ke atas.

Cenut.. cenut.. cenut… sakit rasanya. Aku berusaha mengecup bibirnya lagi karena aku tak tahan dengan nafsuku sendiri, namun dengan cepat Aufa melepaskan tangan kanannya dari remasanku, dadaku ditahannya dengan lembut.

Mulutku yang sudah kepingin nyosor bibirnya lagi jadi tertahan,

“Mass…” Aufa berbisik lirih, tatapannya kelihatan sedikit takut dan ragu.

“Aufa sayang… percayalah sama Mas”, hanya kalimat itu yang terucap selanjutnya aku bingung sendiri mau ngomong apa, pikiranku sudah buntu oleh nafsu.”

“Tapi mass, Aufa takut Mas”,

“Takut apa sayang, katakanlah”, bisikku kembali sambil kuraih tangannya kembali ke dalam genggamanku, sementara tanpa sadar kubasahi bibirku sendiri tak sabar ingin mengecup bibir mungilnya lagi.

“A…aanu, Aufa takut Mas Ari nanti meninggalkan Aufa”, bisiknya sedikit keras di telingaku, tatapannya tampak semakin ragu. Kugenggam kuat kedua tangannya lalu secepat kilat kugerakkan mukaku kedepan dan “Cuuupp..” kukecup sekilas bibirnya sambil berujar,

“Aufa sayangku, Mas Ari terus terang tidak bisa menjanjikan apa-apa sama kamu tapi percayalah Mas Ari akan membuktikannya kepadamu, Mas akan selalu sayang sama Dik Aufa”, bujukku untuk lebih meyakinkannya.

“Tapi Mas…” bisiknya masih ragu. Aku tersenyum, nih cewek kuat juga mentalnya, nggak langsung terbawa nafsu. Dulu pacarku saja baru kupeluk sebentar pasrahnya sudah setengah mati, kalau aku minta keperawanannya pasti dikasihnya, aku yakin itu.

“Aufa… percayalah, apa Mas perlu bersumpah sayang, kita memang masih baru beberapa hari kenal sayang tapi percayalah yakinlah sayang kalau Tuhan menghendaki kita pasti selalu bersama sayang”, rayuku menenangkan perasaannya.

“Lalu kalau Aufa… sampai ha.. hhaamil gimana mass?” ujarnya sembari menatapku takut-takut dalam keraguan. Dalam hati aku tersentak kaget, nih cewek kok tahu yah kalau maksud sebenarku memang ingin bersebadan dengannya. Kebetulanlah pikirku, nggak perlu aku berpura-pura lagi.

“Aah, jangan khawatir sayang, Mas akan bertanggung jawab semuanya kalau Dik Aufa sampai hamil oleh Mas yah Mas pasti mengawini Dik Aufa secepatnya, bagaimana sayang?” bisikku semakin tak sabar.

Batang penisku makin cenut-cenut selain sakit karena salah posisi juga terasa makin membesar saja, bayangkan saja aku merasa sudah tinggal selangkah lagi keinginanku terpenuhi, bayangan tubuh mulus, telanjang bula, pasrah, siap untuk diperawani, siap untuk digagahi, masih ABG lagi, ahh alamak seandainya.

Tanganku bergerak semakin berani, yang tadinya hanya meremas jemari tangan kini mulai meraba ke atas menelusuri dari pergelangan tangan terus ke lengan sampai ke bahu lalu kuremas lembut. Kupandangi gundukan bulat menantang bak buah apel Malang dari balik baju kaosnya yang ketat, BH putihnya yang kecil menerawang kelihatan penuh terisi oleh daging lunak yang sangat merangsang.

Jemari tanganku gemetar menahan keinginan untuk menjamah dan meremas gundukan payudara montoknya itu. ooohh… dan kulirik Aufa, ternyata ia masih memandangku penuh keraguan namun aku yakin dari tatapan mataku ia pasti bisa melihat betapa diriku telah dilanda oleh nafsu birahi yang menggelora siap untuk menerkam dirinya

Menjamah tubuhnya, meremas dan pada akhirnya pasti akan menggeluti dirinya luar dalam sampai puas. Aku berusaha tetap tersenyum, namun bisikan setan-setan burik di belakangku seakan menggelitik telingaku untuk berbuat lebih nekat, ayo… Ar perkosa saja, jangan tunggu lama-lama, hik.. hik… hik.., begitulah kira-kira yang kudengar.

Sialan pikirku, sedemikian ngeresnya otakku kah? Lalu kulihat bibir Aufa bergerak perlahan,

“Mas… Mas Ari harus janji dulu sebelum…” ia tak melanjutkan ucapannya.

“Sebelum apa sayang, katakanlah”, bisikku tak sabar. Kini jemari tangan kananku mulai semakin nekat menggerayangi pinggulnya yang sedang mekar itu, ketika jemariku merayap ke belakang kuusap belahan pantatnya yang bundar lalu kuremas gemas. Aduuh Mak, begitu lunak, hangat dan padat.

“aahh… Mas”, Aufa merintih pelan. Batang penisku makin cenat-cenut tak karuan, sakitnya nggak bisa diceritakan lagi, begitulah kalau salah posisi, mana tegangnya sudah nggak terkontrol lagi. Sementara setan-setan burik di belakangku mulai berjoget dangdut, terlenaa…. kuterlenaa… persis kayak suara Ike Nurjanah.

“Iiih.. Mas aah mmas.. Aufa rela menyerahkan semuanya asal Mas Ari mau bertanggung jawab nantinya”, Aufa berbisik semakin lemah, saat itu jemari tangan kananku bergerak semakin menggila, kini aku bergerak menelusup ke pangkal pahanya yang padat berisi, dan mulai mengelus gundukan bukit kecil bukit kemaluannya. Kuusap perlahan dari balik celananya yang amat ketat.

Dua detik kemudian kupaksa masuk jemari tanganku di selangkangannya itu dan kini bukit kecil kemaluannya itu telah berada dalam genggaman tanganku. Aufa menggelinjang kecil, saat jemari tanganku mulai meremas perlahan terasa empuk hangat dan lembut.

Kudekatkan mulutku kembali ke bibir mungilnya yang tetap basah merekah hendak menciumnya, namun kembali Aufa menahan dadaku dengan tangan kanannya, “eeehh Mas.. berjanjilah dulu Mas”, bisiknya di antara desahan nafasnya yang mulai sedikit memburu. Kena nih cewek, pikirku menang.
“Oooh… Aufa sayang… Mas berjanji untuk bertanggung jawab, aahh…. Mas menginginkan keperawananmu sayang.. katakanlah”, ucapku semakin ngawur dan bernafsu.

Sementara jemari tanganku yang sedang berada di sela-sela selangkangan pahanya itu mulai gemetar hendak meremas gundukan bukit kemaluannya lagi, satu… dua… ti…, setan-setan burik di belakangku mulai ramai ngoceh seakan memberiku aba-aba,

“Ba.. baiklah Mas, Aufa percaya sama Mas Ari”, bisiknya lemah.

“Jadi…?” bisikku kurang yakin.

“hh…. lakukanlah mass… Aufa milik Mas seutuhnya.. hh..”

Teng… teng… teng… hatiku bersorak girang seakan tak percaya, kaget campur haru, begitu besar pengorbanannya dengan perkataannya itu.

Tetapi sungguh aku tak pernah menyangka bahwa hari ini aku akan melakukan perbuatan yang mestinya sangat terlarang. Aku tahu nuraniku mengatakan ini sungguh sangat berdosa besar tetapi apalah artinya kalau nafsu telah menguasai dan mengungkungku saat itu, aku lupa diri

Dan aku tak peduli akibat selanjutnya nanti, yang terpikirkan saat itu aku ingin segera menjamah tubuh Aufa, merasakan kehangatannya, memesrainya sekaligus merenggut dan merasakan nikmat keperawanannya sampai nafsuku terlampiaskan.

“Benarkah..? ooh.. Aufa sayanggg… cuppp cuppp…” Secepat kilat bibir mungilnya yang hangat merekah kembali kukecup dan kukulum nikmat. Kuhayati dan kurasakan sepehuh perasaan kehangatan dan kelembutan bibirnya itu, kugigit lembut, kusedot mesra, mm nikmat. Hidung kami bersentuhan lembut dan mesra.

Dengus nafasnya terdengar memburu saat kukecup dan kukulum bibirnya cukup lama, bau harum nafasnya begitu sejuk di dadaku. kupermainkan lidahku di dalam mulutnya, persis seperti yang dilakukan para bintang film Vivid, dan dengan mesra Aufa mulai berani membalas cumbuanku dengan menggigit lembut dan mengulum lidahku dengan bibirnya.

Aah… terasa nikmat dan manis saat kedua lidah kami bersentuhan, hangat dan basah. Lalu kukecup dan kukulum bibir atas dan bawahnya secara bergantian. Terdengar suara kecapan-kecapan kecil saat bibirku dan bibirnya saling beradu mengecup mesra. Tak disangka Aufa dapat membalas semua kecupan dengan bergairah pula.

“aah.. Aufa sayang… kau pintar sekali, kamu pernah punya pacar yaach?” tanyaku curiga. Mukanya yang manis kelihatan sayu dan tatapan matanya tampak mesra, sambil bibirnya tersenyum manis ia menyahutiku.

“Mm… Aufa belum pernah punya pacar Mas, ini ciuman Aufa yang pertama kok Mas”, sahutnya polos.

“Kok ciumanmu pintar sekali, jangan-jangan Dik Aufa sering nonton film porno yaa?” godaku. Aufa tersenyum malu, dan wajahnya pun tiba-tiba bersemu merah, ia menundukkan mukanya, malu.

“I…iya Mas… beberapa kali di video”, sahutnya terus terang sambil tetap menundukkan muka. Aku tersenyum lega, ternyata ia masih real virgin, belum pernah ada cowok yang menyentuhnya selain aku. Waah… betapa beruntungnya aku.

Setan-setan burik di belakangku bersorak girang menambah gairahku. “Dik Aufa sayang, kamu nggak kecewa khan karena Mas benar-benar sangat menginginkan keperawananmu sayang?” tanyaku cuek. Ia mengangkat wajahnya sambil tersenyum manis.

“Aufa serahkan apa yang bisa Aufa persembahkan buat Mas Ari, Aufa ikhlas, lakukanlah Mas kalau Mas benar-benar menginginkannya”, sahutnya lirih.

“Horeee… asyiik Ar… sikat sekarang, wes ewes ewes sampai bablas”, teriak setan-setan burik di belakangku. Jemari tangan kananku yang masih berada di selangkangannya mulai bergerak menekan ke gundukan bukit kemaluannya yang masih perawan itu lalu kuusap-usap ke atas dan ke bawah dengan gemas.

Aufa memekik kecil dan mengeluh lirih, kedua pelupuk matanya dipejamkan rapat-rapat, sementara mulutnya yang mungil meringis lucu, wajahnya yang manis nampak sedikit berkeringat. Kuraih kepalanya dalam pelukanku dengan tangan kiri dan kubisikkan kata-kata mesra di telinganya. Kucium rambutnya yang harum.

“Ooohmm… mm… masss”, bisiknya lirih.

“Enaak sayang kuusap-usap begini”, tanyaku bernafsu.

“hh… iiyyaa mass”, bisiknya polos. Astaga dia sudah nafsu nih pikirku dalam hati. Jemariku yang nakal kini bukan cuma mengusap tapi mulai meremas bukit kemaluannya dengan sangat gemas.

“Aakkhh… sakit Mas aawww…” Aufa memekik kecil dan tubuhnya terutama pinggulnya menggelinjang keras. Kedua pahanya yang tadi menjepit pergelangan tangan kananku direnggangkan. Kuangkat wajah dan dagu Aufa ke arahku, matanya masih terpejam rapat

Namun mulutnya sedikit terbuka sehingga giginya yang putih kentara jelas. Aku merengkuh tubuhnya agar lebih merapat ke badanku lalu kembali kukecup dan kucumbu bibirnya dengan bernafsu. Tangan kirinya meraih pinggangku dan memegangi kemejaku kuat-kuat.

Puas mengusap-usap bukit kemaluannya, kini jemari tangan kananku bergerak merayap ke atas, mulai dari pangkal pahanya terus ke atas menelusuri pinggangnya yang kecil ramping tapi padat, sambil terus mengusap kurasakan ujung jemariku mulai berada di kaki pegunungan apelnya yang sebelah kiri. Dari balik baju kaosnya yang ketat aku dapat merasakan betapa padat gunung apelnya itu.

Aku mengelus perlahan di situ lalu mulai mendaki perlahan, satu… dua… tiga.. jemari tanganku seketika meremas kuat buah dadanya yang seperti apel itu saking gemasnya. Empuk dan kenyal tapi terasa padat. Seketika itu pula Aufa melepaskan bibirnya dari kuluman bibirku. Mulutnya memekik kesakitan,

“aawww… Mas Ar sakitt… jangan keras-keras dong meremasnya”, protes Aufa sambil tetap tersenyum manis. Bibirnya tampak sangat basah sedikit berliur. Maklum waktu kucumbu tadi air liurku sengaja kubasahkan ke bibirnya.

Habisnya nikmat sekali rasa bibirnya kalau basah. Kini secara bergantian jemari tanganku meremas kedua buah dadanya dengan lebih lembut. Aufa menatapku dengan senyumnya yang mesra. Ia membiarkan tanganku menjamah dan meremas-remas kedua buah dadanya sampai puas. Hanya sesekali ia merintih dan mendesah lembut bila aku meremas susunya sedikit keras.

Kami saling berpandangan mesra, kupandangi sepuasnya wajah manisnya, sampai akhirnya aku sudah tak kuat lagi menahan desakan batang penisku yang sudah tegang, aku takut alat vital kesayanganku itu bisa patah gara-gara salah posisi. “Auuggghh..” aku menjerit lumayan keras. Aku meloncat berdiri. Aufa yang tadinya sedang menikmati remasanku pada buah dadanya jadi ikutan kaget.

“Eeehh… kenapa Mas?”

“Aahh anu sayang… punya Mas sakit nih”, sahutku sambil buru-buru kubuka celana panjangku di hadapannya. Aku tak peduli, toh bagaimanapun dia pasti melihat juga nanti alat kelamin kesayanganku itu.

Sruuut…. celana panjangku melungsur ke bawah, sementara Aufa yang tak menyangka aku berbuat demikian hanya memandangku dengan terbelalak kaget. Cuek… daripada batang penisku kram nggak bisa bergerak mending kubuka saja sekalian CD-ku dan “Tooiiing”, batang penisku yang sudah tegang itu langsung mencuat dan mengacung keluar mengangguk-anggukan kepalanya naik turun persis burung kutilang kalau sedang menari-nari.

“aawww… Mas Ari jorok”, Aufa menjerit kecil sambil memalingkan mukanya ke samping. Jemari kedua tangannya di tutupkan ke mulut dan wajahnya. “He… he…” aku terkekeh geli batang meriamku sudah kelihatan tegang berat, urat-urat di permukaan batang penisku sampai menonjol keluar semua.

Kepala penisku terasa cenut-cenut melepas kebebasan setelah kurang lebih 1 jam terpenjara di dalam CD-ku yang sempit dan sumpek, maklum CD-ku memang sejak kemarin belum kuganti jadi baunya yaa… tahu sendirilah.

Batang penisku ini nggak panjang-panjang benar kok cuma sekitar 14 centi-lah kurang sedikit, tapi yang membuatku bangga adalah bentuknya yang mirip punya bintang film Tarzan-X Rocco Siffredi, montok dan berurat, diameternya aku nggak pernah ngukur tapi yang jelas cukup memuaskanlah buat ngesex kupikir.

Sementara Aufa masih menutup muka tanpa bersuara, kukocok batang penisku dengan tangan kananku, “Uuuaahh… nikmatnya”, sambil melepaskan ketegangan urat-urat yang menonjol keras di permukaan batang penisku akibat tergencet CD-ku tadi. Batang penisku itu tampak berkeringat basah, mungkin karena hawa di dalam CD-ku yang panas atau mungkin karena CD-ku yang belum kuganti.

Ketika tanganku yang kupakai ngocok tadi kucium. Wweeeghh… huuuekkk, baunya ampun… sialan pikirku.

“Aufa sebentar yaa… Mas mau cuci punya Mas dulu yaa… bau nih soalnya”, sahutku tanpa kupedulikan dirinya lagi, aku segera ngibrit ke belakang, batang penisku yang sedang “ON” tegang itu jadi terpontang-panting sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ke sana ke mari ketika aku berlari.

Aku geli sendiri sekaligus tak sabar ingin segera kembali ke hadapannya lagi. Dalam kamar mandi segera kubasahi rudal patriotku dengan air dingin. Wiihh… dingin saat kepala rudalku kusiram air dari cebok, lalu kuambil sabun Claudia mengandung hand body yang masih baru kubuka tadi pagi dan kusabuni batang penisku sampai bersih mulai dari 2 butir telurku sampai kepala penisku yang semakin tambah ereksi saja.

Teng… teng… teng rasanya aliran darah yang mengalir makin banyak ke batang penisku. Aduuh… maak, geli-geli nikmat saat air yang bercampur sabun itu kuusapkan dan kukocok-kocokkan ke batang penisku itu. Ngeres pikirku, dan aku mulai membayangkan sebentar lagi batang penisku yang masih perjaka ini akan berjuang untuk menembus liang vagina milik Aufa yang sempit dan hangat,

Merobek selaput dara keperawanannya dan bersarang di dalam vaginanya lalu kugesekkan keluar masuk sampai penisku ejakulasi dan memuntahkan air mani sepuasnya, aahh nikmatnya. Apalagi aku yakin selama satu minggu ini aku tak ber-onani-keke.

Waah.. bisa muncrat banyak sekali nih, mm.. teng… teng…teng, batang penisku bergerak naik turun sendiri. Lho… aku geli sendiri melihatnya. Lalu segera kubasuh lagi rudal patriotku dengan air sampai bersih, dan sebelum kubasuh sempat pula kucukur beberapa helai rambut kemaluanku dengan Gillette biar agak lebih ganteng sedikit, sebab aku khawatir Aufa ogah melihat bulu kemaluanku yang amat sangar saking lebatnya.

Lagian kalau bulu kemaluanku sedikit kanlebih asyik waktu merasakan jepitan liang vagina milik Aufa nantinya. Aku ngibrit keluar dari kamar mandi sambil setengah berlari kembali ke ruang tamu. Seperti tadi batang penisku kembali terpontang-panting sambil mengangguk-anggukkan kepalanya ke sanakemari.

Di ruang tamu kulihat kekasihku Aufa masih terduduk di atas sofa dan begitu melihatku keluar berlari tanpa pakai celana jadi terkejut lagi melihat batang penisku yang sedang tegang bergerak manggut-manggut naik turun.

“aawww…” teriaknya kembali sembari mulut dan mukanya ditutup lagi dengan kedua jemari tangannya. Aku tersenyum senang penuh nafsu yang ingin meledak rasanya.

Melihat tubuhnya yang masih memakai baju dan celana ketat itu aku jadi gemas kepingin segera melucutinya satu persatu sampai bugil. Aahh… aku ingin segera menyetubuhinya saja rasanya. Tapi aku berusaha menahan diri, itu tidak adil, aku ingin kami berdua harus bisa merasakan kenikmatan yang sama.

Aku tidak mau terjadi… nantinya salah satu merasa rugi. kalau aku sih pasti puass tapi bagaimana dengan Aufa? Dia pasti kesakitan nanti saat kusetubuhi karena dia masih perawan. Waah… aku harus merangsangnya dulu sampai dia orgasme sebelum kuperawani, perkara nanti saat kusetubuhi dia bisa orgasme lagi yah bagus bisa sama-sama puas. Waahh, ini benar-benar detik-detik yang mendebarkan dan menegangkan.

Satu perjaka dan satunya perawan. Sama-sama belum punya pengalaman seks selain cuma pakar di bidang film-film BF. Ingin rasanya hatiku bersorak saking nggak percayanya bahwa hari ini kesempatan emas itu telah datang tanpa kurencanakan sebelumnya.

“Iiihh… Dik Aufa… takut apa sih, kok mukanya ditutup begitu”, tanyaku geli.

“Itu Mas, punya Mas”, sahutnya lirih.

“Lhoo… katanya sudah sering nonton film BF kok masih takut, Dik Aufa kan pasti sudah lihat di film itu kalau alat vital punya cowok itu bentuknya gini, nah ini yang asli dik, the real thing sayang”, sahutku geli. Dalam hati nih cewek barangkali kepingin tahu bagaimana rasanya digampar pakai penis cowok,
“Iya… m..Mas, tapi punya Mas mm besar sekalii”, sahutnya masih sambil menutup muka.

“Yaach… ini sih kecil dik dibanding di film nggak ada apa-apanya, itu khan film barat, punya mereka jauh lebih gueedhee… kalau punya Mas kan ukuran orang Indonesia sayang, ayo sini dong punya Mas kamu pegang sayang, ini kan milik Dik Aufa juga”, sahutku nakal.

“Iiih… malu aah Mas, jorok.”

“Alaa.. malu-malu sih sayang, Mas Ari yang telanjang saja nggak malu sama kamu, masa Dik Aufa yang masih pakaian lengkap malu, ayo dong sayang punya Mas dipegang biar Dik Aufa bisa merasakan milik Dik Aufa sendiri”, sahutku sembari kuraih kedua tangannya yang masih menutupi muka, pada mulanya dia menolak sambil memalingkan wajahnya ke samping, namun setelah kurayu-rayu akhirnya mau juga kedua tangannya kubimbing ke arah selangkanganku, namun kedua matanya masih dipejamkan rapat.

Dalam hati malu-malu tapi mau, jangan-jangan kalau sudah diberi, batang penisku malah diobok-obok, Joshua kali ngobok-obok air. Jantungku berdegup kencang juga saat melakukan itu, soalnya bagaimanapun juga seumur hidup belum pernah aku telanjang di depan cewek sambil mempertontonkan alat vitalku sendiri, apalagi sampai dipegang-pegang segala.
Pertimbanganku di rumah orangtua karena tempatnya di kampung yang ramai selain itu juga ada pembantu, jadi nggak enak dong kalau mengajak Aufa ngobrol di kamarku misalnya, bisa-bisa aku kena lapor orangtua, sedang tempat kakakku ada di daerah perumahan yang relatif sangat sepi karena memang penghuninya banyak yang kosong. Sehingga dengan demikian aku bisa bebas berbuat apa saja bersama Aufa.

Terus terang seminggu ini memang pikiranku lagi suntuk dan buntu, hal ini selalu terjadi bila nafsu seks-ku tak terlampiaskan. Maklum saja biasanya aku selalu ber-o-i-nani-keke bila terangsang, namun semenjak aku mengenal Aufa, aku jadi malas untuk berbuat hal memalukan itu, aku jadi ingin merasakan seks sesungguhnya yang selama ini aku belum pernah merasakannya sama sekali.

Kini kesempatan itu seolah telah datang, yang semestinya semenjak dulu aku lakukan. Aku menyesal kenapa dulu tak kuajak saja pacarku untuk ngesex, toh ia pasti mau melakukannya, karena pacarku sangat mencintaiku.

Sekaranglah saatnya aku harus melepaskan fantasi-fantasi semu itu. Aku tahu walaupun masih SMP Aufa telah naksir berat padaku, akupun begitu padanya walaupun hanya sekedar sebatas sayang padanya. Aku belum bisa mencintainya, karena bagaimanapun juga ia masih sangat muda dan ia tentu belum paham arti cinta sesungguhnya.

Bagiku ia hanya sekedar tempat berbagi suka dan canda. Waktu sudah menunjukkan pukul dua siang ketika kami berdua sampai di perumahan TS (singkatan) di sebelah utara kawasan kota Malang (Belimbing), tempat kakak laki-lakiku tinggal yang sedang kosong itu. Setelah menutup pagar depan, segera kuajak Aufa yang langsung menggelayut manja di sampingku untuk masuk ke dalam rumah.

Melihat ulahnya yang menggemaskan itu tanpa terasa batang penisku cenut-cenut mulai ereksi lagi. Aku segera memeluk tubuh bongsornya yang seksi itu dan dengan sedikit bernafsu segera kusosor saja pipinya yang putih mulus itu dengan bibirku. Aufa sangat terkejut melihat ulahku, ia segera menepiskan pipinya dari bibirku, aku jadi nggak enak dibuatnya.

“Eeeh.. Mas Ari… kok gitu sih …” Aufa memandangku sambil melotot seakan menghakimiku. Namun aku dapat segera mengendalikan diri, sambil tersenyum manis aku segera meraih tangannya dan kutarik masuk ke dalam rumah.

Setelah menutup pintu terasa sekali di dalam suasana agak remang-remang karena memang pagi tadi sebelum balik ke rumah orangtua, gorden sengaja tak kubuka untuk jaga-jaga saja, sapa tahu ada maling.

Sambil tetap kupegang tangannya erat-erat, kutatap wajah manisnya yang sangat innocen itu, wajahnya masih cemberut dan kelihatan marah, tapi aku tahu bagaimanapun juga selama 5 hari ini aku sudah yakin kalau ia naksir berat kepadaku dan pasti ia sangat sayang kepadaku. Ini merupakan senjata utamaku untuk mendapatkan dirinya.

Sambil tetap tersenyum manis aku berkata padanya. “Aufa… itu tadi berarti Mas Ari sayaang sama Aufa, apa nggak boleh Mas Ari ngasih sun sayang?” rayuku.

“Mm.. Mas Ari gitu sih”, Aufa seakan tetap merajuk kepadaku, ia menarik lepas tangannya dari genggamanku dan berjalan menuju ke sofa ruang tamu. Badannya yang hanya setinggi bahuku itu digoyangkan kesal

Sedangkan pinggulnya yang bulat kelihatan seksi sekali karena ia memakai celana ketat dari kain yang cukup tipis berwarna putih sehingga bentuk bokongnya yang bulat padat begitu kentara, goyangan pinggulnya sangat… sangat menawan dan bahkan saking ketatnya biasanya celana dalamnya sampai kelihatan sekali berbentuk segitiga. Pantatnya yang bulat serasi dengan kedua pahanya yang seksi, sedang kedua kakinya kelihatan agak kecil, maklum masih ABG tapi menawan sekali pokoknya.

O.. iya sekedar pembaca tahu, saat itu yang saya tidak bisa lupa ia mengenakan baju kaos putih ketat dan polos sehingga aku dapat melihat jelas bentuk payudaranya yang walaupun tidak sebesar punya pacarku dulu, namun kelihatan sangat kencang sekali, bundar seperti buah apel tapi tentu saja lebih besar dari itu

Kaosnya yang cukup tipis membuat behanya yang mungil terpampang jelas sekali dan juga berwarna putih, begitu pula dengan celana panjangnya yang juga ketat berwarna putih kecoklatan sampai ke mata kaki. Pokoknya baju dan celana yang ia kenakan benar-benar nge-trend dan seksi sekali, sehingga terus terang justru kelihatan jadi sangat merangsang sekali.

About admin

Check Also

Narasumberku Yang Cantik

Bagi kepada teman Narasumberku Yang Cantik Cerita bokep – Hidup itu memang penuh kejutan, Paling tidak …